Kunjungi KPC, Satgas Percepatan Investasi Pastikan Proyek Gasifikasi Batu Bara Berjalan

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, selaku Ketua Satgas Percepatan Investasi, mengunjungi lokasi proyek gasifikasi batu bara menjadi metanol yang terletak di Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, Rabu (19/01).

Turut hadir anggota Satgas Percepatan Investasi, yakni Wakil Jaksa Agung Sunarta selaku Wakil Ketua Satgas Percepatan Investasi, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Jamaludin, Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol Pipit Rismanto.

Kunjungan Menteri Bahlil dan rombongan diterima oleh Acting Chief Executive Officer (CEO) KPC Ido Hutabarat, Chief Operating Officer (COO) Muhammad Rudy, Komisaris PT Batuta Chemical Industrial Park (BCIP) Rio Supin dan Wakil Bupati Kutai Timur Kasmidi Bulang.

KPC sebagai pemilik wilayah pertambangan batu bara di Kecamatan Bengalon akan menjadi pemasok batu bara bagi fasilitas gasifikasi tersebut. Selanjutnya, pengolahan batu bara menjadi methanol akan dilakukan oleh PT Air Products East Kalimantan (PT APEK), yang merupakan joint venture antara Air Products dengan PT Bakrie Capital Indonesia dan PT Ithaca Resources.

PT APEK bergerak dalam bidang usaha industri gasifikasi batu bara menjadi metanol, memiliki rencana investasi sebesar Rp 33 triliun dan target kapasitas produksi sebesar 1,8 juta ton metanol per tahun. Proyek ini ditargetkan beroperasi komersial pada kuartal IV 2024.

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa peninjauan langsung ke lokasi proyek untuk memastikan perusahaan telah melakukan hilirisasi sebagai syarat perpanjangan kontrak KPC. Selain itu, peninjauan juga dilakukan ke area tambang untuk memastikan keseimbangan lingkungan serta bagaimana jalannya investasi di wilayah Kutai Timur, Kalimantan Timur.

“Hilirisasi harus segera dijalankan karena ini perintah langsung Bapak Presiden. Setiap PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara) yang akan diperpanjang harus memberikan sebagian alokasi untuk pembangunan Indonesia,” ucap Bahlil.

Bahlil juga menambahkan bahwa Indonesia secara bertahap menghentikan ekspor bahan mentah, seiring dengan upaya peningkatan nilai tambah sumber daya di dalam negeri. Sudah saatnya pemerintah untuk disiplin, agar Indonesia bisa menjadi pihak yang melakukan impor hasil hilirisasi.

“Kita harus memastikan kebutuhan domestik terlebih dahulu. Jika batu bara yang dulu kita impor bahan baku padahal listrik domestik belum cukup, maka sekarang sudah saatnya peduli terhadap kebutuhan lokal,” jelas Bahlil.

Wakil Jaksa Agung Sunarta mengatakan akan mengawal investasi secara penuh dalam sisi hukum. Tidak jarang terjadi penyelewengan dalam jalannya investasi. Sebagai pembuat kebijakan publik, setiap kegiatan investasi akan selalu berhadapan dengan risiko-risiko, sehingga Satgas Percepatan Investasi memastikan akan memberi pengawalan yang pasti bagi jalannya investasi yang ada.

“Kita hadir sejak awal agar mengetahui langkah-langkah yang dihadapi KPC untuk merasa aman dalam menjalankan kegiatan investasinya. Visi kita adalah bagaimana membantu dalam pertumbuhan ekonomi, kemudian melakukan evaluasi terhadap masyarakat dan negara,” jelas Sunarta.

Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Pol Pipit Rismanto menambahkan bahwa hilirisasi merupakan amanat undang-undang yang harus dilakukan, sehingga peningkatan nilai tambah adalah wajib bagi jalannya investasi di Indonesia. Pemerintah hadir untuk memberi kemudahan-kemudahan bagi para investor, serta tidak melupakan tujuan pemerataan ekonomi di Indonesia.

Proyek gasifikasi batu bara menjadi metanol di Bengalon telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN). Dengan adanya proyek ini, diharapkan dapat mengurangi impor gas Indonesia sebesar USD 7,6 miliar selama masa produksi dan meningkatkan perolehan devisa hingga USD 4,7 miliar selama masa konstruksi dan produksi.(*)